International Webinar 2023 - The Role of Digital Based Innovative to Improve Competitiveness – Part 6
Berita
  • 07 Februari 2023
    Oleh : priyadi s. kom, m. kom 2129 Views

    Pertumbuhan nilai E-Commerce di Indonesia mencapai 78%, tertinggi di dunia. Sedangkan Mexico Country di peringkat kedua dengan nilai pertumbuhan 59%. Kondisi ini menunjukkan bahwa bisnis perdagangan elektronik memiliki nilai ekonomi yang baik, sehingga harus dimanfaatkan oleh pelaku usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).


    Industri social commerce di Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 55,0% secara tahunan mencapai US$8.675,5 juta pada tahun 2022. Industri perdagangan sosial diperkirakan akan tumbuh dengan stabil selama periode perkiraan, mencatat CAGR sebesar 47,9% selama 2022-2028. GMV social commerce di negara tersebut akan meningkat dari US$8.675,5 juta pada tahun 2022 menjadi US$86.750,1 juta pada tahun 2028.


    Meskipun industri social commerce meningkat secara global selama empat hingga delapan kuartal terakhir, konsep ini bukanlah hal baru di Indonesia. Merek fesyen lokal Sophie Paris dan merek kosmetik Swedia Oriflame, keduanya mendorong pembelian kelompok, cukup populer di awal tahun 2010-an. Agen mereka, yang sebagian besar terdiri dari wanita, adalah bagian dari berbagai grup di WhatsApp, tempat mereka akan menjual produk untuk mendapatkan penghasilan tambahan.


    Ketika platform media sosial mulai mendapatkan daya tarik yang meningkat di kalangan konsumen, agen ini beralih ke platform seperti Facebook untuk menjual produk ke khalayak yang lebih luas, sehingga menghasilkan peningkatan penjualan. Khususnya, forum internet terbesar di Indonesia, Kaskus, memiliki bagian khusus untuk kegiatan komersial. Platform tersebut mencatat total transaksi US$40,6 juta pada tahun 2012. Selain itu, beberapa pedagang dan toko lokal telah membuat halaman Facebook untuk menjual barang dagangan mereka di negara tersebut selama bertahun-tahun.


    Startup social commerce era baru di Indonesia ingin memanfaatkan fondasi yang ada ini untuk menembus dan mendapatkan pangsa pasar dalam industri social commerce yang sedang berkembang. Khususnya, sebagian besar startup social commerce di negara tersebut telah mengadopsi model reseller, di mana platform memperoleh agen, yang pada gilirannya menjual produk mereka di berbagai jejaring sosial. Sementara startup di ruang perdagangan sosial mendukung pertumbuhan industri, raksasa teknologi besar, termasuk platform media sosial, juga meningkatkan investasi mereka di ruang tersebut untuk mendapatkan bagian yang lebih besar dari pasar yang berkembang.


    Menurut Survei Pasar Perdagangan Sosial Global Q4, lebih dari 30 juta orang Indonesia melakukan transaksi online, di mana 60% penjualan dihasilkan melalui platform e-niaga. Sisanya 40% terjadi melalui jaringan media sosial di Indonesia pada tahun 2021. Oleh karena itu, pasar social commerce diperkirakan akan mencatat pertumbuhan yang kuat dalam empat hingga enam kuartal ke depan.


    Di Indonesia, ritel memiliki dua tantangan besar - kecilnya volume transaksi per rumah tangga dan tingginya harga. Karena biaya rantai pasokan yang tinggi dan konektivitas jalan yang buruk, produk harian jauh lebih mahal di kota Tier II dan Tier III dibandingkan dibandingkan di kota Tier I. Inilah masalah yang ingin dipecahkan oleh banyak startup social commerce di Indonesia. Khususnya, startup social commerce melihat pembelian komunitas sebagai jawaban atas produk mahal di daerah pedesaan.


    Super, salah satu startup social commerce di Indonesia, telah mengadopsi model community buying untuk menawarkan produk yang terjangkau bagi konsumen di tanah air. Perusahaan memanfaatkan pemimpin komunitas dan agen untuk menghasilkan lebih banyak transaksi di komunitas mereka, sehingga menyediakan produk dengan harga menarik kepada konsumen.


    Model bisnis yang diterapkan Super telah membantu perusahaan dalam menurunkan harga produk rata-rata 10% hingga 20% di Indonesia. Bahkan setelah pengecer mendapatkan margin untuk diri mereka sendiri, mereka masih dapat menawarkan harga yang bersaing kepada konsumen di kota-kota Tier II dan Tier III di negara tersebut.


    Materi diatas disampaikan oleh presentator dari Indonesia dalam webinar internasional yang diadakan Universitas STEKOM bekerjasama dengan Universitas dari Pakistan, Malaysia, dan berbagai pihak lainnya. Nama presentator tersebut adalah Achmad Zaenuri merupakan dosen di Universitas STEKOM dan merupakan kepala program studi kewirausahaan.


    Kegiatan webinar internasional tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan komitmen Universitas STEKOM untuk memperbanyak berbagai kegiatan Internasional. Hal itu dilakukan dalam rangka mewujudkan visi untuk menjadi Universitas berkelas Internasional. Berbagai kegiatan Internasional yang dilaksanakan Universitas STEKOM terus berjalan dari tahun ke tahun. Ada kegiatan internasional yang bersifat berkelanjutan dan ada juga beberapa kegiatan internasional yang tidak berkelanjutan. Semua jenis kegiatan internasional diakomodasi dan diatur oleh departemen Internasional Universitas STEKOM.



    950